Ketika saya baru tamat kuliah, pekerjaan pertama saya adalah bekerja di sebuah perusahaan penjual mobil di bagian accounting. Pada saat itu bos saya menyuruh kepala bagian accounting mencari 2 orang asisten untuk membantunya, saya terpilih menjadi salah seorang asistennya.
Pada saat itu di kantor bos, kami memelihara seekor burung beo. Burung beo ini sangat cerdik, dia hanya mendengar orang di sampingnya mengatakan perkataan apa dia langsung bisa meniru perkataan orang walaupun kata-kata yang diucapkan sangat terbatas, menurut saya sebagai binatang dia sungguh cerdas. Tetapi teman sejawat dan bos saya sekeluarga tidak menyukainya mengganggapnya terlalu cerewet.
Setiap hari dia akan meniru sales penjual mobil berteriak, "Silahkan datang, silahkan masuk melihat mobil…."setiap hari tidak berhenti berteriak meniru orang. Rekan saya mengambil sebuah kain hitam menutup sarangnya, burung beo ini berpikir sudah malam, sebentar saja suaranya sudah tidak terdengar lagi.
Saya sangat simpati kepadanya setiap hari ditutupi dengan kain hitam. Walaupun dia berbicara terlalu banyak, tetapi saya mengganggapnya sangat lucu. Sedangkan teman sejawat saya mengganggapnya bising, dia berkata, "Saya tidak dapat konsentrasi, dia memusingkan saya."
Saya selalu dengan tersenyum berkata kepada teman saya, "Engkau harus memakluminya! Maka Anda akan melihat kepintarannya! setelah berpikir demikian maka engkau tidak akan mendengar suaranya lagi! Saya selalu sibuk dengan pekerjaan saya, ketika telah menyelesaikan pekerjaan saya baru menyadari kehadirannya."
Saya pernah membaca di sebuah buku, cerita di buku tersebut seperti ini:
Dahulu kala, di sebuah gunung yang jauh dari penduduk desa, ada seorang guru tukang ukir; karena keahlian guru pengukir ini, selalu banyak orang yang datang mencari dia mengukir terutama di vihara-vihara yang berada disekitar sana, banyak orang yang datang meminta jasanya mengukir sebuah patung dewi Kwan Im.
Tetapi untuk sampai ke desa harus melewati jalan gunung dan hutan, digunung tersebut sering terjadi "gangguan hantu", ada orang yang ingin melewati gunung, jika kemalaman masih belum keluar dari gunung tersebut, akan dibunuh oleh siluman hantu tersebut.
Oleh sebab itu, famili dan tetangga guru ukir ini menasehatinya jangan terlalu sore melakukan perjalanan, jika kemalaman didalam gunung bertemu dengan siluman hantu akan sangat berbahaya. Tetapi karena guru ukir sudah berjanji kepada orang desa tidak dapat ditunda lagi, dia sangat berterima kasih atas perhatian famili dan para tetangganya.
Akhirnya dia melanjutkan perjalanannya. Hari mulai gelap, bulan dan bintang-bintang mulai muncul, guru ukir tiba-tiba melihat seorang wanita duduk dipinggir jalan, sepatu rumput yang dipakai sudah sobek, kelihatannya sangat lelah dan rusuh.
Guru ukir ini berjalan kehadapan wanita tersebut dan bertanya apakah memerlukan bantuan? Ketika guru ukir mengetahui bahwa wanita tersebut juga ingin pergi ke desa yang sama dengan tujuannya, dia lalu menawarkan bantuan memikul wanita tersebut.
Di bawah sinar bulan, guru ukir memikul wanita tersebut, keringat menetesi seluruh punggungnya, dia lalu berhenti sebentar untuk beristirahat. Pada saat ini, wanita bertanya kepada guru ukir: "Apakah engkau tidak takut kepada siluman hantu? Kenapa engkau tidak berjalan sendiri bukankah bisa lebih cepat sampai, kenapa demi saya sehingga perjalanan engkau tertunda?"
Guru ukir menjawab: "Saya memang ingin cepat sampai! Tetapi jika saya meninggalkan engkau sendirian di daerah pengunungan ini, bagaimana jika Anda bertemu dengan bahaya? Saya memikulmu walaupun lelah, tetapi kita bisa saling menjaga dan saling membantu!" Dibawah cahaya rembulan, guru ukir melihat ada sebuah batu besar, dia lalu mengeluarkan perkakas pengukir yang selalu dibawa, sambil melihat wanita ini, pahatnya mulai bekerja diatas batu tidak berapa lama kemudian menjadi sebuah patung manusia.
"Guru ukir, apa yang sedang Anda ukir?" wanita ini bertanya.
Guru ukir menjawab :"Saya sedang mengukir patung Tahtagatha! Saya merasa wajahmu sangat welas asih, seperti Tahtagatha, oleh sebab itu dengan paras wajah Anda saya mengukir Tahtagatha!" Wanita yang duduk disebelahnya mendengar perkataan guru ukir dia langsung menangis dengan sedih. Karena dia adalah siluman hantu yang sering muncul.
Beberapa tahun yang lalu, dia bersama putrinya yang masih kecil melewati gunung ini, diatas gunung bertemu dengan perampok, karena tidak bisa melawan, dia diperkosa oleh perampok tersebut serta putrinya di bunuh perampok, dia sangat sedih lalu meloncat ke jurang bunuh diri, akhirnya berubah menjadi siluman hantu ganas, selalu dimalam hari jika ada orang yang melewati gunung ini, dia akan membunuh mereka yang lewat.
Tetapi wanita yang penuh dendam tersebut tidak menyangka ada orang yang mengatakan wajahnya penuh welas asih, sama dengan Tatagatha!" Tiba-tiba, wanita ini berubah menjadi sebuah cahaya, menghilang dari hadapan guru ukir.
Keesokkan harinya, guru ukir sampai didesa, penduduk desa semua merasa heran dia bisa hidup-hidup keluar dari gunung tersebut. Sejak saat itu, tidak pernah ada orang lagi yang melihat siluman hantu itu lagi.
Ketika saya membaca cerita tersebut saya sangat terharu kepada guru pengukir yang baik hati ini, karena sifat polos dan kebaikan hatinya menghadapi keadaan disekeliling serta orang disekelilingnya, sehingga menghapus rasa dendam hantu wanita tersebut. Ketika kita dengan sikap belas kasih, toleran menghadapi kehidupan ini, maka kita akan merasa keadaan damai disekeliling kita.
More From Author
Kisah